Price versus Value

saya ingin mulai membahas soal konsep-konsep yang perlu kita ketahui dalam bidang perencanaan keuangan. Yang pertama adalah konsep price vs. value.

"Price is what you pay. Value is what you get." Begitulah kira-kira apa yang dikatakan Warren Buffett, salah seorang investor dan businessman terkemuka di dunia.

Orang masih sulit membedakan antara harga (price) dengan nilai (value). Price tidak selalu sama dengan nilai. Ada kalanya suatu barang lebih tinggi price-nya daripada value-nya. Sebaliknya, bisa jadi ada barang dengan value tinggi namun price-nya tak seberapa.

Bisa jadi pula, barang yang sama mempunyai price dan value yang berbeda -- tergantung pada persepsi kita sebagai pembelinya.

Ambil contoh sebuah mobil sedan mewah Aston Martin.

Buat seorang selebriti atau public figure, mobil tersebut punya value yang tinggi. Mengapa? Kaum selebriti atau public figure "dituntut" untuk selalu tampil menawan di setiap penampilannya. Begitu pula dengan kendaraan yang digunakannya. Dus, membeli mobil mewah sekelas Aston Martin jelas akan mendongkrak value mereka di mata publik.

Namun bagi saya, value sebuah mobil Aston Martin mungkin tidak seberapa. Buat saya, Honda Civic atau Toyota Camry sudah cukup. Lebih mewah dari itu mungkin tidak akan menambah value apa-apa buat saya. Yang ada justru sebaliknya: merepotkan. Biaya maintenance-nya cukup tinggi, pajak yang dibayar juga mahal, belum lagi kondisi jalanan di Jakarta yang kurang favorable.

Begitu juga dengan sebuah Blackberry.

Buat saya, Blackberry punya value yang tinggi karena memungkinkan saya untuk selalu terkoneksi lewat email/messenger setiap saat di manapun saya berada. Dengan begitu, mudah bagi saya untuk melakukan aktivitas dan pekerjaan saya selagi saya mobile. Biaya langganannya mungkin mahal. Namun karena Blackberry tersebut saya gunakan untuk bekerja -- dan menghasilkan uang lebih besar daripada biaya langganan yang harus dibayar -- maka value Blackberry tersebut tetap tinggi.

Tapi bagi keponakan saya yang masih SMA, Blackberry mungkin tak terlalu tinggi valuenya. Dia menggunakan Blackberry hanya untuk berkomunikasi dengan pacar dan teman-temannya. Kepentingan terhadap Blackberry tersebut mostly trivial. Yang terjadi justru Blackberry menjadi liabilities buat dia, karena ada beban biaya yang harus dia tanggung dari penggunaan Blackberry tersebut.

Jadi, sebelum Anda melakukan pembelian (apapun itu), mulailah pikirkan, "What value will this provide?"

Apakah barang tersebut akan menjadi aset (harta/kekayaan), atau malah jadi liabilities(utang/tanggungan) bagi Anda? Apakah barang tersebut akan membntu Anda menghasilkan uang? Apakah barang tersebut malah menghabiskan uang Anda? Ataukah justru barang itu bakal menyusahkan Anda nantinya?

Mayoritas pembelian yang kita lakukan biasanya berujung pada liabilities (utang/tanggungan). Apalagi, kita membelinya sekarang dengan utang (kartu kredit). Lebih parah lagi, pembelian tersebut biasanya untuk barang-barang yang sifatnya konsumtif, bukan untuk barang-barang yang produktif atau bisa digunakan untuk cari duit. Akibatnya, pembelian-pembelian tersebut hanya akan menguras waktu dan energi Anda.

Cobalah untuk mengevaluasi pembelian-pembelian yang sudah Anda lakukan dalam 1-2 bulan terakhir. Menurut Anda, apakah pembelian-pembelian itu adalah pembelian yang memang valueable (worth the money) atau tidak? Apa yang bisa Anda simpulkan dari pembelian-pembelian Anda selama 1-2 bulan terakhir ini?

Mulai saat ini, sebelum melakukan pembelian apapun (apalagi yang harganya cukup mahal), ajukan pertanyaan ini ke diri Anda sendiri:
What value will this provide?
Will this help me become a better person?
Kalau jawaban untuk dua pertanyaan tersebut adalah "YA," then go for it. Tapi kalau "TIDAK," segeralah untuk membuang jauh pikiran Anda untuk membelinya